Perkembangan teknologi komunikasi tentu saja memberikan konsekuensi terhadap proses komunikasi, dan konsekuensi itu berupa perubahan pola dan hubungan sosial di dalam masyarakat |
Sementara itu, konten simbol atau pesan dari komunikasi massa biasanya merupakan hasil yang terstandarisasi (diproduksi untuk kepentingan massif) dan dipergunakan kembali dengan didaur ulang menjadi bentuk yang identik, contohnya seperti iklan. Dimana ide-ide iklan berdasar pada realitas sosial yang dikonstruksi sedemikian rupa menjadi ide iklan.
Dalam membincang mengenai media massa, maka kita tidak akan lepas dari tema pembicaraan seperti hubungan antara kekuasaan dan ketidaksetaraan, integrasi sosial dan identitas, perubahan sosial dan perkembangan serta ruang dan waktu. Tema-tema ini lebih rinci ketika dihubungkan dengan fungsi media massa.
Ahli komunikasi massa Harold D. Laswell dan Charles Wright menyatakan terdapat empat fungsi sosial media massa, yaitu pertama, sebagai social surveillance, adalah upaya penyebaran informasi dan interprestasi seobjektif mungkin mengenai peristiwa yang terjadi. Kedua, sebagai Social Correlation. yakni upaya penyebaran informasi yang dapat menghubungkan satu kelompok sosial dengan kelompok sosial lainnya. Ketiga, fungsi socialization, yakni upaya pewarisan nilai-nilai luhur dari satu generasi ke generasi selanjutnya, atau satu kelompok ke kelompok lainnya dan Keempat, fungsi entertainment, yakni untuk menghibur khalayak ramai.
Keempat fungsi di atas menunjukkan bahwa meskipun adanya perubahan teknologi, media dan model komunikasi massa terus bertahan di dalam keseluruhan lembaga media massa seperti lembaga publikasi dan penyiaran. Media massa masih dibutuhkan karena secara tidak langsung dianggap sebagai pemersatu dimana pesan-pesan diproduksi secara massif, sehingga khalayak pun mengetahuinya secara massif. Pengetahuan yang menyebar ini menjadi pokok utama pembicaraan dalam komunitas yang lebih kecil, seperti sekelompok orang atau bahkan hanya beberapa orang.
Hanya saja, di era teknologi komunikasi digital seperti sekarang ini, kehadiran berbagai inovasi produk teknologi informasi dan komunikasi membuat model-model baru dalam kegiatan berkomunikasi. Dalam lingkup komunikasi massa, kehadiran berbagai produk media sosial mulai mengaburkan batas-batas antara komunikasi massa dan personal. Hal ini dikarenakan oleh luasnya cakupan komunikasi personal dengan bantuan media massa. Hanya saja yang membedakan ciri-ciri proses komunikasinya masih tetap nampak, seperti tidak adanya konteks kelembagaan atau profesional berupa produksi media massa pada umumnya. Hal ini yang mempengaruhi kondisi apakah pesan yang disampaikan memiliki nilai moral berupa tanggung jawab oleh pengirim atau komunikator pesan.
Social Media dan Pola Komunikasi Massa
Social media merupakan tempat atau sarana untuk menghubungkan manusia untuk berinteraksi dalam media sosial. Kemunculan internet telah membawa dampak yang signifikan terhadap cara orang mengonsumsi media. Tidak sedikit orang yang menggunakan internet, di Indonesia yang memiliki penduduk 245 juta jiwa, pengguna internet sebanyak 55 juta orang (pada tahun 2011). Angka ini menempatkan Indonesia berada pada urutan ketida pengguna internet terbesar dunia.Pemanfaatan social media dalam proses berkomunikasi semakin populer, saat ini facebook dan twitter membintangi social media karena jumlah penggunanya yang sangat banyak. Berdasarkan data Kominfo April 2012, setidaknya tercatat sebanyak 44,6 juta pengguna Facebook dan sebanyak 19,5 juta pengguna Twitter di Indonesia.
Hal ini telah menunjukkan bahwa sosial media merupakan media pilihan yang digemari oleh publik saat ini. Bahkan, sudah banyak ponsel yang menyediakan fitur-fitur yang terhubung dengan internet, sehingga siapapun dapat mengakses sosial medianya dengan cepat dan mudah di manapun berada. Selayaknya media massa, sosial media juga dapat menyebarkan informasi kepada publik secara luas tanpa diketahui dengan berbagai informasi. Dampaknya, informasi-informasi tersebut hanya mengalir begitu saja tanpa arti.
Menurut Dosen Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Gun Gun Heryanto, berkembang pesatnya facebook disebabkan konvergensi tiga hal, teknologi komunikasi, trend lifestyle, dan fantasi atau visi retoris. Dari situ kita bisa memahami, bahwa teknologi komunikasi itu hanyalah perangkat teknis yang ‘mati’ walaupun mempengaruhi pemanfaatannya karena kodifikasi program atau sekumpulan perintah yang membangunnya sebagai situs yang friendly user. Lalu pada aspek lifestyle tentu saja merpuakan pengaruh yang kuat dari luar (lingkungan), dimana kebutuhan untuk bereksistensi atau berafiliasi menjadi semacam ‘mode’ yang menuntut seseorang agar tidak ketinggalan jaman. Yang terakhir adalah pengaruh yang paling penting, tentu saja fatasi dan visi retoris.
Keterbukaan keran informasi, sebagaimana disebutkan di atas, membuat pola penyebaran informasi berubah, dimana produsen informasi yang tidak terlembagakan bebas menyebarkan berbagai informasi tanpa melalui pintu gerbang media (gateway). Akhirnya ada banyak informasi yang diterima oleh orang-orang, walaupun informasi itu berupa konten sampah yang tidak penting sama sekali. Konten sampah ini kemungkinan memiliki hubungan dengan dorongan (visi) retoris sebagaimana disampaikan di atas, yang mencirikan bahwa seseorang cenderung membebaskan dirinya untuk memberikan komentar, atau menyebarkan informasi tanpa pernah memikirkan apakah informasi tersebut penting untuk diketahui oleh khalayak atau tidak.
Selanjutnya, perlu disadari kembali bahwa media massa dan social media memegang kendali yang cukup tinggi untuk mempengaruhi publik karena kekuatannya yang sangat besar untuk mempengaruhi publik yang tidak bisa dilakukan oleh organisasi manapun.
Perkawinan antara keduanya menjadikan tekanan informasi media semakin “dalam” dalam mempengaruhi publik. Tak heran bagaimana media sosial digunakan dalam kampanye Barrack Obama yang memiliki peran signifikan dalam usaha memenangkannya. Demikian pula yang terjadi pada kampanye pasangan Jokowi-Ahok yang memanfaatkan kekuatan media sosial seperti twitter untuk mempengaruhi opini publik.
Opini publik yang lahir dari konvergensi media massa dan social media ini membentuk suatu gugusan opini yang khas. Seorang bebas memilih informasi mana yang ingin dia konsumsi, walaupun secara tidak sadar ia mengkonsumsi pesan-pesan tak bermutu yang tampil di hadapannya. Hal ini dapat menjadi cerminan masyarakat karena dorongan untuk memilih dan menyampaikan idenya dipengaruhi oleh motivasi dan cara berfikir seseorang.
Social Media dan Hubungan Sosial dalam Masyarakat
Berdasar penelitian yang dilakukan oleh Nurudin ( 2012) berjudul “Media Sosial Baru dan Munculnya Revolusi Proses Komunikasi” , setidaknya ada beberapa perubahan yang terajdi akibat munculnya media sosial yakni;- Perubahan hubungan sosial,
- Jurang kaya dan miskin informasi makin lebar,
- Privasi terganggu,
- Orang terpencil dari lingkungan sosial,
- Informasi “sampah” disusupkan.
Kelima poin di atas menujukkan konsekuensi negatif dari perkembangan teknologi komunikasi, khususnya dalam kategori social media. Interaktivitas yang ditewarkan dalam proses komunikasi di internet membuat setiap orang bebas tampil dengan identitas masing-masing, hal ini menjadikan muatan integrasi sosial media massa berubah bentuk dari hubungan sosial atas dasar kesamaan konsumsi informasi berubah menjadi suatu dominasi kelompok sosial atai identitas tertentu yang nantinya akan semakin bebas menyiarkan berbagai informasi yang tidak berkualitas.
Besarnya kuantitas konsumsi informasi “sampah” menjadikan pola atau tema pembicaraan pokok berubah dari pengamatan berita-berita yang disiarkan oleh media massa untuk memantau kinerja pemerintah, menjadi pokok pembicaraan remeh-temeh oleh bobot kualitas informasi yang sangat rendah.
Belum lagi konsekuensi logis lainnya dari perkembangan media social, dimana media massa yang tidak ingin ketinggalan (kehilangan pembaca) memanfaatkan media sosial untuk membangun interaktivitas, misalnya yang terjadi pada situs-situs berita yang memungkinkan orang untuk mengomentari berita secara langsung, saling mengomentari komentar, berbagi tautan dan berbagi twet menyangkut suatu berita tertentu.
Perilaku bebas seperti ini memungkinkan adanya pertukaran opini publik terkait suatu berita, sehingga kita dapat menaksir ketepatan makna suatu pesan yang disampaikan dalam berita. Hanya saja pola komunikasi yang berlangsung secara instan membuat orang kurang berhati-hati dalam berkomunikasi dengan menyaring pesan-pesannya.
Referensi:
Buku
Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa. 2008, Kencana, Jakarta.
Denis McQuail, Teori Komunikasi Massa, Buku 1 Edisi 6. 2011, Salemba Humanika, Jakarta.
William L. Rivers, Jay W. Jensen, Theodore Peterson, Media dan Masyarakat Modern, Edisi Kedua. 2008, Kencana, Jakarta.
Internet:
- http://nurudin-umm.blogspot.com/2013/01/media-sosial-baru-dan-rekayasa.html
- http://www.orangbiasaji.net/2012/09/facebook-dengan-sedikit-ilmu-komunikasi.html
- http://tekno.kompas.com/read/2012/11/01/1110452/Pengguna.Internet.di.Indonesia.Capai.55.Juta
- http://inet.detik.com/read/2011/02/14/122339/1570762/398/dialektika-timbal-balik-social-media-dan-media-massa
0 comments